Ratna Sarumpaet merupakan sosok penting dalam dunia seni teater Indonesia. Dikenal karena keberaniannya mengangkat isu-isu sosial dan politik melalui karya-karya panggungnya, Ratna adalah seorang teaterawan yang kiprahnya melampaui sekadar dunia seni. Ia adalah seniman yang tak segan menyuarakan ketidakadilan, baik lewat naskah maupun aksi nyata. Jejak langkahnya dalam dunia seni dan masyarakat menunjukkan perpaduan antara kreativitas, idealisme, dan semangat perjuangan. https://ratnasarumpaet.id/
Ratna lahir pada 16 Juli 1949 di Tarutung, Sumatera Utara, dari keluarga Batak. Ia dibesarkan dalam lingkungan yang menghargai pendidikan dan nilai-nilai moral. Ayahnya, Salvanus Sarumpaet, adalah seorang pendeta dan politisi, yang barangkali mewariskan kepadanya semangat juang dan keberanian berbicara di ruang publik. Masa kecilnya diwarnai dengan semangat intelektual yang membentuk karakter kritisnya sejak dini.
Perjalanan Ratna di dunia teater dimulai pada tahun 1970-an. Ia menjadi anggota Teater Satu dan kemudian mendirikan Teater Satu Merah Panggung. Namun puncak karier teaternya muncul ketika ia mendirikan kelompok Satu Merah Putih. Dalam kelompok ini, Ratna tak hanya berperan sebagai sutradara, tapi juga penulis naskah dan pemain. Ia menjadikan teater sebagai medium perlawanan terhadap ketidakadilan dan ketimpangan sosial, khususnya pada masa Orde Baru yang membatasi kebebasan berekspresi.
Salah satu karya monumental Ratna adalah drama “Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah” (1994), yang mengisahkan kisah nyata aktivis buruh Marsinah yang dibunuh secara misterius. Lewat drama ini, Ratna menyuarakan kegelisahan masyarakat terhadap represi kekuasaan dan perlakuan terhadap kaum buruh. Karya ini mendapat sambutan luas, tak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri, seperti Jepang dan Jerman. Kritik sosial yang tajam dan keberanian untuk mengungkap kenyataan pahit menjadi ciri khas karya-karya Ratna.
Selain “Marsinah”, karya lain yang juga mencuri perhatian adalah “Alia, Luka Serambi Mekah”, yang mengangkat tragedi kekerasan di Aceh. Ia kerap memilih tema-tema berat dan politis, mencerminkan komitmennya terhadap perubahan sosial. Dalam setiap pentasnya, Ratna menghadirkan kenyataan yang sering disembunyikan dari publik. Teater bukan hanya hiburan baginya, melainkan alat perjuangan.
Namun, kiprah Ratna tidak terbatas dalam dunia seni. Ia juga aktif dalam gerakan sosial dan politik. Setelah Reformasi 1998, ia semakin vokal menyuarakan pandangan politiknya. Ia pernah bergabung dalam berbagai aksi demonstrasi, mendukung hak-hak perempuan, kebebasan berpendapat, serta melawan kekerasan negara. Keberaniannya ini membuatnya sering bersinggungan dengan kekuasaan dan menuai pro-kontra di tengah masyarakat.
Kehidupan pribadi Ratna juga tak lepas dari sorotan. Ia adalah ibu dari sejumlah anak, salah satunya adalah aktris Atiqah Hasiholan. Keluarganya kerap menjadi cerminan dari idealisme dan kebebasan berpikir yang ia perjuangkan. Meski dalam beberapa tahun terakhir namanya sempat tercoreng karena kasus hoaks yang melibatkan dirinya, tidak dapat disangkal bahwa kontribusinya terhadap dunia teater Indonesia sangat besar dan layak dikenang.
Ratna Sarumpaet adalah representasi dari seniman yang tak hanya mencipta, tapi juga berjuang. Ia menggunakan panggung sebagai ruang untuk menggugat, memprovokasi kesadaran, dan membela mereka yang terpinggirkan. Jejak langkahnya dalam dunia teater Indonesia menegaskan bahwa seni tidak pernah netral, dan bahwa panggung bisa menjadi medan perjuangan untuk sebuah perubahan.
Melalui teater, Ratna telah membuktikan bahwa suara kebenaran bisa bergema, bahkan dari balik tirai panggung. Meski perjalanan hidupnya penuh liku, karya-karyanya tetap menjadi bagian penting dalam sejarah teater modern Indonesia.